Rabu, 06 September 2017

                 Hilang
Oleh: Rizka Nur Ariyani

Tuhanku
Aku buta atas nikmatmu

Ku dustakan keindahan
Mati dalam kefanaan
Tuli dalam kebutaan

Bagaimana mungkin
Aku melihat tanpa terbuka
Bagaimana mungkin
Aku mendengar tanpa merasa

Sungguh,
Tuhanku..
Aku tlah hilang Rasa
Hilang Rupa

Di Ujung Senja *end

Walaupun begitu, aku terlihat sangat bodoh dengan menunggumu Kak. Aku selalu meyakinkan diri untuk mempercayaimu sejak dulu. Hingga waktupun menjawab semuanya. Satu persatu darimu hilang. Tanda-tanda bahwa kau mulai tak menghiraukanku sudah terlihat. Satu tahun berlalu, hari yang kutunggu datang. Aku bertemu denganmu. Kikuk rasanya, ku poleskan sedikit lipstik berwarna merah dibibir kecilku. Ku sapukan bedak tipis di wajahku dengan lembut. Aku sudah berharap pertemuan manis denganmu.
" kak, kau dimana? Kapan kau kesini? Aku sudah menunggumu. Jemput aku ya". Ku kirim pesan singkat dari bbm. " Iya dik" kau balas singkat. Sambil ku berkaca melihat ponsel handpone androidku.
"Dik,?". Suara berat mengagetkanku dari belakang. Ya, seorang lelaki tinggi, tak terlalu gemuk, kecil kurus namun tetap tegap berdiri. Ia adalah lelaki yang manis,  berkulit sawo matang berbulu mata lentik. Sangat beda denganku, walau aku seorang wanita. Aku memeluknya, sesekali memandang wajahnya yang sudah lama tak ku temui. " Aku kangen kak". Dia hanya bilang " Iya dik. Aku juga" lantas ia segera melepaskan pelukanku yang dahulu pun tak pernah ia sanggup melepas.
"Aku ingin berbicara denganmu, dik" katanya dengan lirih, menatap mataku dalam. "Mau bicara apa kak?. Timpalku sambil berdegub kencang dalam dada.
"Ini demi masa depanmu dan masa depanku, maafkan aku sekali lagi maafkan aku. Aku melukaimu dengan menemuimu sekarang dan akan mengatakan hal ini". Semakin resah ku mendengarnya, nampaknya perasaanku sudah berlogika sendiri. Tak sepatah kata ku lontarkan, hanya mendengarkan. " Kau, sudah mulai dewasa sekarang. Aku juga dik. Aku mencintaimu, sungguh. Aku juga menyayangimu. Aku ingin kau mempercayai hal itu hari ini sebelum aku berkata". Ucapnya dengan yakin. " Iya kak. Bicara sajalah, apapun itu. Aku terima. Aku sudah siap untuk mendengarmu, walaupun itu bukan kata yang ku inginkan.". Ternyata aku orang yang terlalu jauh mengartikan segalanya, hingga belum terucap kata aku pun sudah memahaminya. " Aku, bukan. Orang tuaku tidak setuju jika aku denganmu, dik. Tapi, kau tau. Jangan, tolong jangan menangis. Aku tidak ingin ini terjadi. Tapi apa dayaku jika kedua orangtuaku tidak setuju dengan hubungan kita?. Aku juga menjaga, aku tau kau menjaga. Aku mencintaimu, tapi aku juga sadar bahwa aku dari orangtua yang mencintaiku." Air mataku mulai membasahi, ia sangat mengerti bahwa pemiliknya sedih. Ia mengerti betapa kacaunya pemiliknya. " lantas bagaimana kak?. Bagaimana dengan penantianku selama ini? Kau anggap apa aku? Kau kira menunggu bukanlah hal yang sulit?". Kataku dengan terbata-bata, tersedak iluku sendiri. " maafkan aku, dik. Aku menghargaimu, aku juga akan sulit melupakanmu. Biarlah ini menjadi kenangan kita. Sudahi saja hubungan ini. Hubungan yang menyakitimu, dan menyakitiku. Aku tidak bisa melawan oranf tuaku." Seakan tak sejalan dengan hatinya, aku tau ia sedang melawan hatinya sendiri. Tak bisa ku ucap satu kata, dia berlalu meninggalkanku sendiri di tempat pertama kali aku dan dia bertemu. Seperti pertama kali aku meninggalkannya karena salah tingkah. Seakan semuanya menjadi sebuah hubungan yang rumit, seperti air dan minyak. Begitulah pikiranku. Dia seperti tidak ingat, bahwa ia pernah menyukai dan mencintaiku. Bahwa dialah yang membuatku kesemsem seperti ini. Hingga akhirnya dia meninggalkanku untuk yang kedua kali, dengan dua kali pertemuan. "Untuk kau, kekasih dalam hatiku. Aku tak bisa memaksamu bertahan disampingku, dengan perjuangan yang terlalu menyakitkan. Biarlah  kisah cinta ini kupendam sendiri. Dalam hati yang pernah kau singgahi bahkan sampai terakhir dengan kejam kau tinggalkanku. Aku tak mengapa, ku harap kau bahagia dengan pilihan orangtuamu. Aku tak marah, kau tau aku hanya sakit. Aku tidak menangis, kau tau aku hanya merasa teriris. Aku tidak menyesal, karena cintaku berasal dari cinta-Nya kepadamu. Begitu pula ku bersyukur, bersama seorang yang penuh kasih, untuk sementara. Kau akhirnya, bukan menjadi pendamping hidupku. Kau akhirnya, menjadi jodoh wanita lain yang kurebut sejenak. Berbahagialah, aku akan mengenangmu tanpa melupakan.
Dari Gadis kecilmu (lalu) "
Sekian, ku tulis surat terakhirku untukmu. Biarlah senja tetap berganti senja bersama matahari. Biarlah, yang berputar biar berputar. Dan yang diam biarlah.
***